Kamis, 02 Juli 2015

PABRIK GULA COLOMADU

 GUNUNG MADU  ADA DI COLOMADU

            Colomadu, adalah nama sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar yang terletak di sebelah utara Kota Surakarta. Kecamatan yang terletak terpisah dari Kabupaten karanganyar ini memiliki sebuah icon terkenal yaitu Pabrik Gula Colomadu. Bangunannya yang megah dengan aritektur kuno yang menawan sangat kontras dengan kondisi sekitarnya yang telah didominasi oleh bangunan-bangunan modern.
             Sejarah awal pembangunan Pabrik Gula Colomadu diawali dari ketertarikan seorang Raja Mangkunegaran kala itu yaitu KGPAA Mangkunegara IV yang tertarik untuk berbisnis di industri gula. Maklum saja, kala itu tanah Jawa banyak didominasi oleh kawasan perkebunan salah satunya perkebunan tebu yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, berakhirnya Perang Diponegoro membuat kekuasaan raja-raja di tanah Jawa dikurangi oleh Pemerintah Hindia Belanda yang berdampak pada menurunnya pendapatan kerajaan.     
            Minggu 8 Desember 1861 adalah peletakan batu pertama Pabrik Gula Colomadu. Mangkunegara IV mempercayakan pembangunan pabrik kepada seorang ahli kebangsaan Jerman bernama R. Kampf. Tidak main-main, biaya pembangunan pabrik ini mencapai f 400.000 yang modal pembangunannya diperoleh dari pinjaman yang berasal dari hasil keuntungan perkebunan kopi Mangkunegaran. Selain itu, modal pembangunan juga diperoleh dari bantuan pinjaman Mayor Cina di Semarang Be Biauw Tjwan yang merupakan teman dekat dari mangkunegaran IV.
            Setahun kemudian Pabrik Gula Colomadu rampung pembangunannya dan siap beroperasi. Dalam upacara peresmian pabrik, Mangkunegara IV memberikan nama pabrik pertamanya itu dengan nama Colomadu yang berarti gunung madu. Nama tersebut memiliki harapan bahwa kehadiran Pabrik Gula Colomadu diharapkan mampu menjadi gunung madu yang akan mensejahterakan Praja Mangkunegaran dan masyarakat sekitarnya.

Pabrik Gula Colomadu 1867
Sumber: kitlv.nl

Rumah Administrateur PG Colomadu
sumber: kitlv.nl

Pabrik Gula Colomadu Tahun 1920
Sumber: kitlv.nl

Peta PG Colomadu
sumber: kitlv.nl

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan Pabrik Gula Colomadu pun banyak mengalami pasang surut. Desakan pembangunan kota yang sangat pesat membuat ladang tebu yang ada disekitar pabrik gula tergusur. Jalur-jalur kereta lori yang dulu digunakan untuk mengangkut tebu dari ladang ke pabrik gula pun dicabut karena banyak perkebunan yang telah beralih fungsi. Selain itu alat-alat pabrik yang sudah uzur dan minimnya regenerasi membuat efisiensi produksi pabrik menurun. Akhirnya pada tanggal 1 Mei 1997, Pabrik Gula Colomadu melakukan penggilingannya yang terakhir dan resmi ditutup. 
            Minggu 24 Mei 2015 saya mencoba menelusuri sisa kejayaan Pabrik Gula Colomadu dimasa lalu. Perjalanan saya ini saya awali dari Gembongan dimana disana dulu terdapat jalur kereta api dari Stasiun Purwosari menuju PG Colomadu untuk angkutan tetes tebu. Jalur tersebut dibangun oleh slah satu perusahaan swasta kereta api milik Hindia Belanda yaitu NIS. Kini jalur pengangkut tetes tebu tersebut sudah tidak ada. Hanya jejak-jejak nya saja yang berupa bekas jembatan kereta api dibeberapa titik yang masih bisa kita saksikan.

Bekas Jembatan Kereta Api Menuju PG Colomadu

Bekas Jembatan Kereta Api di Sisi Selatan PG Colomadu

            Setibanya dilokasi bekas pabrik, lokasi pertama yang saya tuju adalah sisi selatan pabrik. Disana saya mencari bekas lokasi pintu masuk kereta menuju ke dalam pabrik. Saat saya berada di lokasi, saya sudah tidak menemukan bekas pintu masuk kereta yang saya cari karena semuanya sudah dibangun dengan pagar tembok. Tapi saya menemukan sebuah petunjuk dimana terdapat sebuah bekas jembatan kecil yang tersamarkan oleh semak-semak menuju kedalam area pabrik. Perkiraan saya dititik tersebutlah dulunya lokasi masuk kereta api menuju ke dalam pabrik.

Perkiraan Pintu Masuk Kereta Api Kedalam Pabrik

            Perjalanan saya lanjutkan menuju pintu masuk utama atau gerbang utama PG Colomadu. Waktu itu saya berencana untuk minta izin kepada securiti yang menjaga pabrik untuk mengambil gambar bangunan didalam lokasi bekas Pabrik Gula Colomadu. Akan tetapi sayang, kedatangan saya diwaktu yang kurang tepat. Waktu itu lokasi pabrik digunakan untuk sebuah acara sehingga tertutup untuk umum. Kecewa pastinya, tapi saya mencoba mencari sisi lain pabrik yang mungkin bisa ditelusuri lebih dalam. Saya pun bergerak kesisi utara dan berlanjut ke sisi barat atau tepatnya di bagian belakang pabrik.

Bangunan Utama PG Colomadu

Disisi utara bangunan pabrik, terdapat sebuah taman bermain yang memanfaatkan bekas sebuah rumah dinas milik PG Colomadu. Dibagian depannya terdapat sebuah lokomotif uap yang dulunya digunakan untuk menarik kereta tebu milik PG Colomadu. Dibagian depan lokasi pabrik gula juga terdapat sebuah kompleks perumahan yang cukup luas. Bangunannya sendiri bisa dikatakan megah dan berarsitek colonial. Perkiraan saya, kompleks perumahan tersebut dulunya digunakan sebagai rumah dinas karyawan atau staf PG Colomadu. Hal tersebut lazim dijumpai di setiap pabrik gula yang dibangun dimasa lalu.
Akhirnya perjalanan saya tiba dibagian belakang pabrik. Sama dengan dibagian depan pabrik, disini saya juga menjumpai kompleks perumahan milik PG Colomadu. Berbeda dengan perumahan yang ada didepan lokasi pabrik, perumahan yang ada dibelakang ini memiliki ukuran bangunan yang lebih kecil dan cenderung sederhana. Kompleks tersebut adalah rumah karyawan PG Colomadu yang memiliki jabatan rendah seperti buruh pabrik yang biasanya di ampu oleh orang pribumi.

Monumen Lokomotif Milik PG Colomadu

Kompleks Perumahan Karyawan di Belakang Pabrik

Selain kompleks perumahan pegawai PG Colomadu, dibelakang lokasi pabrik saya juga menjumpai bangunan menyerupai gudang dengan jumlah yang sangat banyak. Bangunan gudang tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu luas, namun cukup tinggi. Mungkin setara dengan bangunan berlantai dua. Saya kurang tahu persis bangunan tersebut dahulu digunakan sebagai apa, karena saya belum pernah menjumpai bangunan sejenis di pabrik gula ditempat lain. Kini bangunan tersebut dimanfaat masyarakat sebagai tempat tinggal.

Bangunan Dibelakang Pabrik Gula Colomadu

            Setelah puas menjelajah area belakang pabrik, sayapun bergerak ke bagian depan untuk menelusuri kompleks perumahan yang ada di depan pabrik. Di area depan pabrik banyak sekali rumah-rumah megah berarsitek colonial berdiri dengan berbagai model desain. Area kompleks sendiri cukup luas. Dari banyaknya rumah yang berdiri, tidak semuanya berpenghuni dan terawat. Bahkan bisa dikatakan lebih banyak rumah yang kosong dan tidak terawat dari pada yang berpenghuni. Hal ini tentu sangat disayangkan karena banyaknya bangunan yang rusak membuat kesan angker dan kumuh. Disebuah sudut kompleks, saya menjumpai sebuah monumen dimana terdapat patung Mangkunegara IV dengan tulisan prasasti berbahasa Belanda dan Jawa. 

Kompleks Perumahan Karyawan di Depan PG Colomadu


Monumen Mangkunegara IV

            Akhirnya tanpa terasa perjalanan saya menyusuri sisa manisnya Pabrik Gula Colomadu selesai sudah. Meskipun tidak banyak tempat yang bisa saya jangkau karena terbatasnya akses ke lokasi, tetapi banyak sekali ilmu yang bisa saya dapatkan selama blusukan kali ini. Isu untuk mengubah lokasi pabrik gula menjadi kawasan modern sebenarya sangat disayangkan. Seharusnya pemerintah dan pihak terkait bisa merawat peninggalan bersejarah ini. Bahkan jika memungkinkan besar harapan untuk bisa menghidupkan kembali pabrik gula tersebut. Seperti pesan yang diwasiatkan oleh Mangkunegara IV, “Pabrik iki openono, sanajan ora nyugihi anaging nguripi” yang memiliki arti “Pabrik ini pelihara dan rawatlah, meskipun pabrik ini tidak bisa membuatmu kaya tapi pabrik ini bisa menghidupimu”. 















PABRIK GULA KARTOSURO

 SEJARAH PABRIK GULA KARTASOERA

            Pabrik Gula Kartosuro adalah sebuah pabrik gula yang terletak disebelah barat Kota Solo. Tak banyak orang yang mengetahui sejarah pabrik gula ini. Bahkan catatan sejarah mengenai aktivitas pabrik gula ini pun sangat sedikit. Pabrik gula ini didirikan pada awal abad 19. Berdasarkan angka yang tertera pada sebuah bangunan di lingkungan pabrik tertulis tahun 1918, tetapi dibagian sisi bangunan lainnya tertulis angka 1920. Hal ini sangat berbeda jauh jika melihat dokumentasi foto dari Leiden yang menuliskan keterangan aktivitas Pabrik Gula Kartosoero pada tahun 1906. Hal ini tentu perlu melakukan kajian mendalam terkait tahun dan sejarah berdirinya Suiker Fabriek Kartosoero.
            Sebuah referensi mencatat bahwa aktivitas terakhir pabrik gula ini adalah pada tahun 1981. Setelah itu pabrik resmi ditutup dan dijual ke pihak swasta. Kini bekas bangunan pabrik digunakan sebagai tempat penyimpanan tembakau.


Pabrik Gula Kartosoero Tahun 1906
Sumber: kitlv.nl

Bangunan Utama PG Kartosoero
Sumber: kitlv.nl

Sebuah Bangunan di PG Kartosoero
Sumber: kitlv.nl


Jalur Tebu dan Angkutan Tebu PG Kartosoero Tahun 1930
Sumber: kitlv.nl

Emplasemen Belakang PG Kartosoero Tahun 1930
Sumber: kitlv.nl

Aktivitas di Ladang Tebu Tahun 1930
Sumber: kitlv.nl


Jalur Decauville PG Kartosoero Bersilangan dengan Jalur Kereta Api NIS Tahun 1930
Sumber: kitlv.nl

Minggu 24 Mei 2015 saya mencoba mencari sisa-sisa kejayaan Pabrik Gula Kartosoero yang merupakan pabrik gula satu-satunya yang pernah berdiri di Kabupaten Sukoharjo. Desa Pabelan menjadi tujuan saya karena disanalah lokasi berdirinya PG Kartosoero berada. Didaerah Gembongan sebelum memasuki area pabrik, saya teringat bahwa menurut peta lawas disana pernah berdiri sebuah halte pemberhentian kereta api. Halte tersebut bernama Halte Gembongan dan merupakan titik pertemuan antara jalur kereta NIS dari Solo ke Boyolali dengan jalur menuju PG Kartosoero. Seperti yang lazim ditemui di tempat lain dimana pabrik gula zaman dahulu selalu terkoneksi dengan jalur kereta api sebagai sarana angkutan distribusi.
            Sampainya di pertigaan Gembongan, saya hanya menemukan sebuah papan asset milik PT. KAI yang tertancap disamping halte Batik Solo Trans. Bangunan Halte Gembongan sendiri memang sudah tidak ada. Menurut sebuah catatan, bangunan halte dahulu hanya terbuat dari kayu dan di rubuhkan seiring dengan matinya jalur kereta dari Solo menuju Boyolali. Lokasi halte sendiri saya prediksikan berada disekitar papan asset milik PT. KAI tersebut.

Pertigaan Gembongan dan Perkiraan Lokasi Halte Gembongan

Sambil berjalan pelan, perjalanan saya lanjutkan menuju lokasi Pabrik Gula Kartosoero yang terletak tidak jauh dari pertigaan Gembongan. Disana saya menjumpai dua jembatan. Jembatan pertama adalah jembatan yang digunakan warga sebagai jalur lalu lintas dan jembatan kedua adalah jembatan tua yang saya perkirakan dulu adalah bekas jembatan kereta api. Persis disamping jembatan saya menemukan sebuah patok milik PT. KAI dengan logo baru.

Bekas Jembatan Kereta Api Menuju PG Kartosoero
            Beranjak dari jembatan perjalanan saya lanjutkan menuju bekas PG Kartosoero. Setiba diarea pabrik saya masih bisa melihat bangunan utama pabrik gula. Akan tetapi sayang, lokasi pabrik di kelilingi dengan pagar tinggi sehingga saya tidak bisa mengintip kondisi didalam pabrik. Bangunan pabrik sendiri bisa dikatakan megah dan mirip dengan bangunan kastil. Dulu dilokasi tersebut pernah digunakan untuk acara uji nyali karena menurut cerita lokasi tersebut angker karena sudah lama tidak digunakan.
            Dibagian barat pabrik saya menjumpai dua bangunan kembar yang mirip dengan bangunan gudang. Kondisinya masih kokoh tapi terkesan tidak terawat. Dibagian atas bangunan tertulis angka 1918. Perjalanan pun saya lanjutkan menyusuri perkampungan dibagian barat pabrik dengan harapan saya akan menemukan kompleks perumahan karyawan PG Kartosoero. Percarian saya tidak membuahkan hasil yang berarti. Saya hanya menjumpai sebuah rumah dengan arsitektur Belanda itupun dengan kondisi yang sudah tidak terawat.
            Perjalanan pun saya lanjutkan menuju area belakang pabrik. Disana saya sedikit bisa melihat halaman tengah pabrik karena pagar yang digunakan kebetulan adalah pagar jeruji besi. Dibagian halaman tengah kondisinya pun tak kalah memprihatinkan. Banyak semak belukar yang tumbuh merusak bangunan pabrik. Bangunan-bangunan di bagian belakang pun sudah banyak yang rusak.
            Pencarian saya lanjutkan ke sisi timur. Disini saya tidak menjumpai kompleks perumahan bekas karyawan pabrik. Bangunan rumah yang berada disisi timur hampir keseluruhan adalah bangunan modern. Akhirnya saya pun kembali ke bagian depan pabrik. Luas area dari PG Kartosoero saat ini menurut saya tidaklah terlalu luas. Mungkin bangunan-bangunan lain telah lama dihancurkan dan diganti dengan bangunan baru. Bahkan kompleks perumahan karyawan pabrik pun hanya tersisa sedikit. Bekas bangunan perumahan pabrik yang masih utuh hanya terletak di bagian depan pabrik, itupun hanya berjumlah dua rumah.




Bangunan Utama PG Kartasura

Bekas Rumah Pegawai PG Kartasura

Bekas Jalur Kereta Menuju Pabrik

Percabangan Jalur dari Stasiun Purwosari Menuju Kartasura dan Boyolali

Memang tidak banyak yang bisa diceritakan dari sejarah kejayaan Pabrik Gula Kartosoero. Namun megahnya bangunan yang masih tersisa seolah mampu memberikan gambaran betapa hebatnya SF Kartosoero zaman dahulu. Kini seiring berjalannya waktu dan bergantinya zaman, kejayaan tersebut telah usai. Hanya bekas bangunan pabrik yang menjadi saksi bisu untuk menceritakan kejayaannya dimasa lalu kepada generasi sekarang. Semoga pemerintah dan pihak terkait bisa melestarikan peninggalan bersejarah yang tidak ternilai ini, agar generasi dimasa mendatang tahu betapa majunya industri gula di Tanah Jawa khususnya di Kartosuro.   

Peta Pabrik Gula Kartasura
sumber: kitlv.nl























PABRIK GULA TASIK MADU

MEGAHNYA PABRIK GULA TASIK MADU

       Memasuki bulan Mei suasana Jalan Raya Solo – Sragen nampak berbeda dari biasanya. Pemandangan truk pengangkut tebu yang mondar mandir dijalanan mulai meramaikan jalan nasional penghubung tiga kabupaten tersebut. Ini adalah sebuah penanda bahwa musim giling tebu telah tiba dan Pabrik Gula Tasik Madu mulai bangun dari tidurnya untuk bergeliat memproduksi gula kembali. Kesempatan ini merupakan suatu momen langka yang hadir setahun sekali. Hal ini pun tidak saya lewatkan untuk menengok lebih dekat aktivitas giling di Pabrik Gula Tasik Madu yang berada di Kabupaten Karanganyar tersebut.
              Berbicara mengenai sejarah, pendirian Pabrik Gula Tasik Madu di prakarsai oleh bangsawan pribumi yaitu KGPAA Mangkunegara IV yang memimpin Kraton Mangkunegaran kala itu. Pendirian pabrik gula ini dilakukan pada tahun 1871 atau 10 tahun berselang setelah pendirian pabrik gula Colomadu yang juga milik KGPAA Mangkunegara IV. Kemajuan industri gula dimasa itu memang membuat Mangkunegara IV kepincut untuk beriventasi di bidang industri gula.
Dahulu lokasi tempat berdirinya Pabrik Gula Tasik Madu bernama Desa Sondokoro. Namun saat Mangkunegara IV hendak mendirikan pabrik gula di area tersebut, nama Sondokoro di ganti dengan nama Tasik Madu yang berarti danau madu. Nama tersebut mungkin adalah sebuah pengharapan layaknya nama pada Pabrik Gula Colomadu yang berarti gunung madu yang diharapkan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat sekitarnya.
Pabrik Gula Tasik Madu sendiri berdiri diatas lahan seluas 28,364 hektar milik Kraton Mangkunegaran. Seiring berjalannya waktu, pengelolaan pabrik kini dilakukan oleh pemerintah melalui PTPN IX. Usia bangunan pabrik gula yang sudah tua serta banyaknya alat-alat giling yang berangka lawas membuat pemerintah menjadikan pabrik gula ini sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang harus dilindungi dan dilestarikan.

PG Tasik Madu Tahun 1920
Sumber: kitlv.nl

Bangunan Utama PG Tasik Madu Tahun 1926
Sumber: kitlv.nl

Alat Giling PG Tasik Madu Tahun 1923
sumber: kitlv.nl

Halaman Belakang PG Tasik Madu Tahun 1923
Sumber: kitlv.nl


Lokomotif Penarik Lori Tebu Milik PG Tasik Madu Tahun 1925
Sumber: kitlv.nl


Lori Pengangkut Tebu dan Keluarga Karyawan PG Tasik Madu Tahun 1925
Sumber: kitlv.nl

7 Juni 2015 bertepatan dengan hari Minggu saya berencana untuk blusukan ke Pabrik Gula Tasik Madu yang berada di Kabupaten Karanganyar. Jarak antara PG Tasik Madu dengan rumah saya yang berada di Kabupaten Sragen hanya berkisar 20 kilometer atau 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Tepat pukul delapan pagi saya berangkat dari rumah menuju Tasik Madu. 
            Kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan motor, akhirnya saya mulai memasuki daerah Kemiri, sebuah wilayah yang berada di sebelah utara Tasik Madu. Di Kemiri terdapat sebuah stasiun kecil bernama Stasiun Kemiri yang merupakan tujuan blusukan pertama saya. Saya memilih Stasiun Kemiri sebagai titik awal blusukan saya karena pada zaman dahulu stasiun tersebut terhubung dengan PG Tasik Madu untuk sarana angkutan tetes tebu dan batu kapur (gamping) sebagai salah satu bahan pendukung industri gula.
            Tidaklah sulit menemukan Stasiun Kemiri. Stasiun ini berada di dekat JPL Kemiri kurang lebih 50 meter kearah barat. Tiba di Stasiun  Kemiri suasana sepi menyambut kedatangan saya. Hal ini dikarenakan stasiun ini memang sudah tidak melayani jadwal perjalanan kereta reguler. Hanya beberapa petugas stasiun saja yang nampak sedang berdinas mengatur lalu lintas kereta yang melintasi jalur tersebut.
            Diarea stasiun saya mencoba mencari jejak-jejak jalur decauville yang dulu menghubungkan antara Stasiun Kemiri dengan PG Tasik Madu. Pencarian saya lakukan di area gudang stasiun yang berada di sebelah selatan bangunan Stasiun Kemiri. Diarea tersebut saya sudah tidak bisa menemukan jejak-jejak yang bisa dijadikan petunjuk. Hanya bekas beberapa roda kereta api saja yang tergeletak di samping bangunan gudang. Bangunan gudang stasiun sendiri sudah nampak tidak terawat dan terkesan hampir rubuh.
            Jika dilihat dari kondisi sekitar gudang stasiun yang saya amati, menurut hipotesis saya dulu jalur decauville penghubung dengan PG Tasik Madu berpangkal di bangunan gudang stasiun tersebut.  Hal ini saya asumsikan karena saya menjumpai gundukan tanah yang berada diseberang gudang tegak lurus menuju kearah PG Tasik Madu yang menurut saya dulu adalah bekas jalur lori milik PG Tasik Madu.

Bangunan Gudang Stasiun Kemiri

Stasiun Kemiri
            Berhubung tidak menjumpai petunjuk yang berarti, perjalanan pun saya lanjutkan menju PG Tasik Madu. Perjalanan saya lakukan dengan pelan-pelan sembari mengamati sisi kanan kiri jalan dengan harapan bisa menemukan petunjuk sisa decauville menuju PG Tasik Madu. Hampir mendekati lokasi PG Tasik Madu saya tetap tidak menemukan bekas jejak jalur decauville milik PG Tasik Madu yang mengarah ke Stasiun Kemiri. Saya menjadi teringat akan sebuah artikel yang pernah saya baca yang menyatakan bahwa jalur milik PG Tasik Madu menuju Stasiun Kemiri banyak yang hilang diambil oleh masyarakat dan beberapa telah dicabut oleh pihak pabrik. Mungkin alasan itulah saya sudah tidak menjumpai bekas-bekas jalur tersebut sama sekali.
            Tiba area PG Tasik Madu tujuan pertama saya adalah area belakang pabrik tempat bongkar muat tebu dari truk ke lori. Menurut cerita, PG Tasik Madu sampai saat ini masih menggunakan loko uap untuk menarik lori tebu ke lokasi penggilingannya. Saya pun penasaran untuk membuktikannya. Tiba diarea belakang pabrik, saya di sambut dengan sebuah monumen lokomotif uap milik PG Tasik Madu yang sudah tidak terpakai berdiri di pintu masuk sebelah barat pabrik. Akan tetapi sayang monumen tersebut tidak terawat dan terkesan kumuh.

Dinding Pagar PG Tasik Madu Sebelah Utara

Monumen Lokomotif di Sisi Barat PG Tasik Madu
            Beberapa tahun yang lalu aktivitas bongkar muat tebu di PG Tasik Madu sebenarnya dilakukan di area sisi barat pabrik. Hal ini bisa dilihat dari bekas peralatan bongkar muat yang masih bisa kita saksikan dan jalur lori menuju ke dalam pabrik dari area sisi barat. Mungkin karena alasan efisiensi, aktivitas bongkar muat kini dipindahkan di belakang pabrik. Masuk ke area pabrik melalui pintu barat saya tidak menduga kalau ternyata disana terdapat perkampungan warga yang terletak persis dibelakang pabrik. Disana saya menjumpai banyak anak-anak yang melihat proses bongkar muat tebu sembari mencari batang tebu yang yang terjatuh dari lori untuk dikumpulkan dan dibawa pulang.
            Disana saya sempat bertanya pada beberapa anak apakah benar disana masih ada lokomotif uap yang di gunakan untuk menarik lori. Anak-anak tersebut pun mengatakan memang benar masih ada lokomotif uap yang digunakan untuk menarik lori tebu, bahkan rombongan anak-anak tersebut juga sedang menanti kedatangan lokomotif uap tersebut.
            Tak selang berapa lama, suara lengkingan khas lokomotif uap pun mengusik pendengaran saya. Dari kejauhan tampak sebuah lokomotif uap dengan ukuran yang lumayan besar menarik lori tebu menuju arah saya. Sayapun tidak melewatkan momen ini untuk mengabadikannya. Sungguh pemandangan yang sangat langka yang sudah jarang bisa saya jumpai. Meskipun lokomotif tersebut sudah tidak digunakan untuk menarik lori dari ladang tebu ke pabrik, namun setidaknya saya masih bisa menyaksikan sendiri bagaimana kerennya manuver lokomotif uap saat menarik rangkaian lori tebu. 
            Pabrik Gula Tasik Madu masih menggunakan satu lokomotif uap yang digunakan untuk menarik rangkaian lori tebu dari lokasi bongkar muat menuju tempat giling. Selain menggunakan lokomotif uap, rangkaian lori tebu juga ditarik menggunakan traktor untuk membantu proses langsir. Sebenarnya PG Tasik Madu masih memiliki beberapa lokomotif uap yang lain, akan tetapi lokomotif tersebut saat ini dimanfaatkan untuk menarik kereta wisata di Agro Wisata Sondokoro yang berada di kompleks Pabrik Gula Tasik Madu.

Bekas Jalur Lori dari Sisi Barat Pabrik Menuju Kedalam Pabrik

Bongkar Muat Tebu di PG Tasik Madu


Rangkaian Lori Pengangkut Tebu dan Lokomotif Uap Penarik Lori Tebu


Lokomotif Uap Bermanuver Menarik Rangkaian Lori Tebu

Antrean Truk Menanti Proses Bongkar Muat Tebu

            Puas menyaksikan manuver lokomotif uap menarik lori tebu, sayapun melanjutkan perjalanan menuju arah timur pabrik. Disana terdapat bekas jalur lori yang menuju ke ladang disebelah timur. Sayapun mengikuti bekas jalur tersebut. Dibeberapa titik saya masih bisa menjumpai bekas jalur lori yang tertutup tanah. Kondisinya memang sudah tidak utuh karena sudah lama tidak digunakan.  Seiring dengan berjalannya waktu dan alasan efisiensi, PG Tasik Madu memang sudah tidak menggunakan lori untuk mengangkut tebu dari ladang yang ada di kawasan sekitar pabrik. Sekarang aktivitas angkutan tebu dilakukan dengan menggunakan truk karena dirasa lebih efektif dan efisien.
            Disisi timur pabrik, saya juga menjumpai sebuah komplek perumahan milik Pabrik Gula Tasik Madu. Berbeda dengan komleks perumahan yang berada di sisi timur yang terkesan megah dan memiliki ukuran yang besar, kompleks bangunan disisi timur ini cenderung memiliki ukuran yang kecil dan sederhana. Mungkin perumahan tersebut dahulunya digunakan untuk karyawan pabrik yang tidak memiliki jabatan yang terlalu tinggi.

Jalur Lori Dibelakang Pabrik Menuju Perkebunan di Sisi Timur

Bekas Jalur Lori Menuju Ladang Tebu di Sisi Timur

PG Tasik Madu dari Sisi Timur

Salah Satu Rumah di Kompleks Sisi Timur Milik PG Tasik Madu

            Dari sisi timur pabrik, perjalanan saya lanjutkan menuju ke sisi selatan. Disisi selatan saya kembali menemukan bekas jalur lori yang telah tertutup tanah dan di beberapa titik tertutup bangunan warung semi permanen milik masyarakat. Jalur lori tersebut tepat berada disamping perkebunan tebu dan jalan raya. Saya pernah mendapatkan informasi bahwa dulu jalur disisi selatan ini merupakan jalur menuju perkebunan tebu yang ada di wilayah Matesih. Keberadaan jalur menuju Matesih saat ini sudah tidak ada karena telah cabut oleh pihak pabrik saat di non aktifkan.  Diarea tersebut saya juga menjumpai sebuah bekas jembatan lori. Kondisinya sudah tidak terawat. Kerangka jembatan serta rel besinya pun sudah raib. Yang tersisa hanyalah pondasi penyangga jembatan.

Bekas Jalur di Sisi Selatan Pabrik Menuju Matesih


Bekas Jembatan Lori di Sisi Selatan Pabrik

Blusukan saya di sisi selatan pabrik segera saya akhiri untuk mengejar waktu yang sudah mulai beranjak siang. Blusukan pun saya lanjutkan ke dalam area pabrik yang juga merupakan area Agro Wisata Sondokoro milik PG Tasik Madu. Kedatangan saya langsung disuguhi dengan suara deru mesin giling yang cukup memekakan telinga. Asap hitam yang membumbung tinggi pun menandakan mesin pabrik sedang bekerja keras menghasilkan tebu kualitas terbaik.
             Tujuan saya yang pertama adalah bangunan utama PG Tasik Madu. Bangunannya sangat indah dan megah dengan arsitektur khas Belanda. Didepan bangunan pabrik terdapat sebuah lokomotif yang sudah tidak utuh lagi yang dijadikan sebagai monumen. Disampinnya tertulis bahwa monumen tersebut didirikan untuk mengenang lokomotif pertama milik PG Tasik Madu yang mulai digunakan pada tahun 1902. Sayang sekali saya tidak bisa memasuki bangunan pabrik karena area tersebut memang area terbatas yang hanya boleh dimasuki oleh karyawan pabrik saja.

Monumen Loko PG Tasik Madu

Bangunan Utama PG Tasik Madu

            Tak jauh dari bangunan pabrik, terdapat sebuah museum mini yang bangunannya memanfaatkan bangunan bekas stasiun pengisian bahan bakar milik PG Tasik Madu. Di sana terdapat beberapa benda langka seperti Gerbong dan Bendi yang dulunya digunakan oleh KGPAA Mangkunegara IV. Saya pun tak segan untuk menelisik lebih jauh benda-benda langka tersebut.
            Salah satu benda yang menarik perhatian saya adalah Kremon (Gerbong) milik mangkunegara IV. Gerbong tersebut dahulu digunakan untuk mengunjungi Pabrik Gula Tasik Madu dari Keraton Mangkunegara di Surakarta atau Solo. Gerbong tersebut dahulu mulai digunakan pada tahun 1875. Bentuk dan interior dari gerbong tersebut bisa dikatakan ekslusif, mungkin karena digunakan oleh raja dan petinggi keraton.
            Disamping Kremon, juga terdapat sebuah bendi tua peninggalan Mangkunegara IV.  Bendi tersebut dahulu oleh Mangkunegara IV digunakan untuk mengunjungi kebun tebu milik PG Tasik Madu. Selain itu disana juga terdapat sebuah lori tebu bernama Lori Bader yang dibuat pada tahun 1880 yang dipercaya mampu membantu kekuatan lokomotif. Secara keseluruhan kondisi benda-benda tersebut masih terawat dengan baik.


Kremon (Gerbong) Milik KGPAA Mangkunegara IV

Bendi Peninggalan KGPAA Mangkunegara IV

Lori Bader

Beranjak dari museum mini di halaman pabrik, saya kemudian masuk area Agro Wisata Sondokoro. Untuk memasuki area wisata tersebut, pengunjung hanya dikenakan tarif retribusi sebesar Rp 5.000,-. Tujuan saya kali ini adalah melihat koleksi lokomotif uap milik PG Tasik Madu yang sudah dipensiunkan dan kini dijadikan monumen di area wisata tersebut.
            Cukup banyak ternyata lokomotif yang dijadikan monumen diarea tersebut. Hampir semua lokomotif dalam kondisi terawat dengan baik. Yang paling menarik perhatian saya adalah lokomotif yang bernama Loko Don. Loko tersebut memiliki bentuk persis seperti Loko Simbah yang ada di PG Gondang Baru Klaten yang merupakan lokomotif tertua disana. Pada masanya, Loko Don digunakan untuk menarik Kremon milik Mangkunegara IV saat berkunjung ke PG Tasik Madu. Nama Don sendiri sebenarnya diberikan oleh masyarakat pada waktu itu karena lokomotif tersebut mengeluarkan bunyi “don” saat berjalan.

Lokomotif TM VII

Monument Lokomotif di Sisi Selatan

Loko Don
Monumen Lokomotif di Pintu Masuk Agro Wisata Sondokoro

Agro Wisata Sondokoro memiliki area yang cukup luas. Disana juga terdapat sebuah monument yang terbuat dari bekas mesin giling milik PG Tasik Madu. Disalah satu sudut Agro Wisata Sondokoro terdapat sebuah mini teater yang memutar film pendek mengenai proses produksi gula. Sebenarnya saat itu saya sempat berniat untuk melihat film pendek tersebut, akan tetapi sayang film hanya diputar jika pengunjung minimal dua orang, sedangkan pada waktu itu saya datang sendirian dan tidak ada pengunjung lain yang berminat untuk melihat film pendek tersebut. Sepinya penunjung mungkin dikarenakan promosi yang kurang serta tampilan gedung teater yang kurang menarik sehingga pengunjung kurang tertarik untuk mampir ke mini teater tersebut.
            Wahana yang menjadi favorit bagi pengunjung dan merupakan ikon dari Agro Wisata Sondokoro adalah tour keliling area pabrik dengan menggunakan kereta wisata. Disana terdapat tiga rangkaian kereta wisata, dua kereta uap dan satu kereta diesel. Sayapun tidak ketinggalan untuk menjajal salah satu lokomotif uap tersebut. Hanya dengan membayar Rp 9.000,- saya sudah mendapatkan satu tiket untuk keliling pabrik dengan menaiki kereta wisata uap.
            Kehadiran kereta wisata di Agro Wisata Sondokoro selain untuk menarik pengunjung menurut saya merupakan sebuah upaya untuk merawat dan melestarikan lokomotif uap yang ada di sana. Pengunjung diajak untuk mengenal lebih jauh mengenai lokomotif uap yang dulu digunakan untuk menarik kereta lori dari ladang ke pabrik. Hal ini juga sesuai dengan  konsep Agro Wisata Sondokoro yang menjadi arena edukasi bagi masyarakat.
            Rute tour kereta wisata melintasi area pabrik seperti: gudang pupuk, gudang penyimpanan gula, area bongkar muat tebu, kolam pengolahan limbah, stasiun remise dan lain sebagainya mampu memberikan pengetahuan dan wawasan tersendiri bagi pengunjung untuk mengenal lebih jauh aktivitas-aktivitas yang ada di dalam pabrik gula. Dalam satu perjalanan kereta wisata, pengunjung akan diajak berkeliling area pabrik selama kurang lebih 20 menit. Sungguh pengalaman yang tidak bisa didapat di tempat lain.

Kereta Wisata Spoor Tebu

Kereta Wisata Spoor Gula

Tour Kereta Wisata

Lokomotif Uap Wisata

Kereta Wisata Menyusuri Kompleks PG Tasik Madu

Puas mengelilingi area Agro Wisata Sondokoro, saya menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak disebuah bangunan loji yang ada di halaman pabrik. Loji tersebut memiliki bangunan yang sangat indah. Menurut saya bangunan tersebut dahulu merupakan tempat tinggal kepala administratur Pabrik Gula Tasik Madu. Dibagian depan bangunan juga terdapat sebuah air mancur yang menambah keindahan bangunan loji.

Bangunan Loji di Depan PG Tasik Madu

            Hari semakin siang, setelah puas beristirahat saya pun beranjak pulang meninggalkan PG Tasik Madu. Perjalanan pulang kali ini saya rencanakan melewati jalur yang berbeda yakni melewati jalan disebelah utara PG Tasik Madu. Saat melewati jalur tersebut saya menemukan jejak bekas jalur lori milik PG Tasik Madu. Besi-besi rel dibeberapa titik masih nampak terlihat. Bahkan saya juga menemukan sebuah bekas jembatan lori yang kondisinya bisa dikatakan masih utuh. Jika dibandingkan dengan jembatan yang ada di sisi selatan yang saya jumpai saat blusukan di area selatan pabrik, jembatan di sisi utara ini masih menyisakan besi penyangga jembatan yang lengkap. Akan tetapi sayang, kondisi jembatan kini telah berkarat dan tertutup oleh semak belukar.


Bekas Jembatan Lori di Sisi Utara Pabrik

            Akhirnya perjalanan saya tiba juga di Jalan Raya Solo-Sragen, ini berarti selesai sudah perjalanan blusukan saya di PG Tasik Madu Karanganyar.  Mangkunegara IV adalah sosok pemimpin besar yang tidak saja memikirkan kepentingan kaum bangsawan dan golongan tertentu saja, tetapi juga memikirkan kesejahteraan rakyatnya dengan mendirikan sebuah pabrik yang diharapkan bisa menghidupi dan mensejahterakan rakyatnya. Semoga peninggalan besar dan berharga ini dapat terus lestari sehingga generasi mendatang tetap akan mengenal siapa itu KGPAA Mangkunegara IV.

Peta PG Tasik Madu
sumber: kitlv.nl