Selasa, 09 Juni 2015

PABRIK GULA KEDOENG BANTENG SRAGEN

 MENGGALI SEJARAH PABRIK GULA KEDOENG BANTENG

            Gondang, adalah nama sebuah kecamatan yang ada disebelah timur Kota Sragen yang tidak begitu terkenal bagi masyarakat luas, apalagi bagi mereka yang tidak berdomisili di Kota Sragen. Kecamatan yang  pada zaman dahulu dikenal dengan nama Kedoeng Banteng ini ternyata menyimpan sejarah industri gula yang luar biasa yang tidak diketahui banyak orang. Sejarah pernah mencatat bahwa di sana dahulu pernah berdiri sebuah pabrik gula yang bernama Suiker Fabriek (SF) Kedoeng Banteng. Sedikitnya referensi mengenai sejarah SF Kedoeng Banteng membuat saya tertarik untuk menelusuri jejak-jejak keberadaannya.
            1 Juni 2015 rencana untuk menelusuri sisa-sisa keberadaan Pabrik Gula Kedoeng Banteng akhirnya terlaksana. Meskipun saya adalah penduduk asli Kabupaten Sragen, namun saya baru menyadari bahwa dulu di Kecamatan Gondang pernah ada sebuah pabrik gula. Yang saya tahu saat itu pabrik gula di Kabupaten Sragen hanyalah PG Modjo yang saat ini masih aktif beroperasi.
            Berangkat dari rumah kurang lebih setengah delapan pagi, kurang lebih 20 menit perjalanan akhirnya saya tiba di Kecamatan Gondang lokasi blusukan saya. Jarak antara Kecamatan Gondang dengan rumah saya sebenarnya tidaklah terlalu jauh, kurang lebih hanya 15 Kilometer kearah timur. Tiba di Kecamatan Gondang, tujuan pertama saya adalah Stasiun Kereta Api Kedung Banteng. Alasan saya mengawali blusukan saya di stasiun kereta adalah sebuah patokan dimana pada zaman dahulu lokasi pabrik gula selalu terhubung dengan stasiun kereta api yang berada tidak jauh didekatnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan aliran distribusi.
            Sebelum mencapai lokasi stasiun, saya sempat blusukan ke perkampungan yang berada di sebelah barat Stasiun Kedung Banteng. Tujuan saya adalah menemukan petunjuk yang mungkin bisa saya temukan. Blusukan awal saya membuahkan hasil, sebuah besi yang merupakan bekas rel lori tebu tertancap di dekat sebuah pemakaman umum warga. Besi rel tersebut digunakan sebagai tiang lampu penerangan jalan. Bergerak dari lokasi tersebut, saya juga menemukan bekas besi rel lori yang digunakan sebagai pagar di sebuah lapangan. Sayapun kemudian melanjutkan perjalanan ke Stasiun Kedung Banteng.

Bekas Rel Lori di Perkampungan Dekat Stasiun

Tiba di Stasiun Kedung Banteng, saya belum menemukan petunjuk yang berarti. Bekas jalur lori atau jalur kereta dari stasiun menuju lokasi pabrikpun tidak saya temukan. Kebetulan waktu itu saya bertemu dengan seorang warga yang sedang menunggu kereta melintas di Stasiun Kedoeng Banteng bersama cucunya. Sebagai informasi, Stasiun Kedoeng Banteng adalah stasiun yang sudah tidak melayani perjalanan kereta api meskipun stasiun masih aktif, sehingga orang-orang bisa keluar masuk stasiun dengan leluasa. Sayapun mencoba bertanya kepada warga yang bisa dikatakan sudah sepuh tersebut untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan bekas Pabrik Gula Kedoeng Banteng.
            Dari informasi yang disampaikan oleh kakek tersebut saya memperoleh petunjuk lokasi bekas PG Kedoeng Banteng yakni di kompleks kantor Kecamatan Gondang. Beliau menyarankan saya untuk pergi kesana karena disekitar area komplek perkantoran terdapat bangunan kawak  yang berarsitek Belanda yang masih berdiri. Berbekal informasi tersebut saya pun segera menuju ke lokasi yang dimakasud oleh kakek tersebut.


 
Stasiun Kereta Api Kedung Banteng

            Kurang lebih 5 menit perjalanan dari Stasiun Kedung Banteng, akhirnya saya tiba di lokasi bekas PG Kedoeng Banteng. Luar biasa, itu adalah kesan pertama saya saat tiba disana. Saya tidak menyangka bisa menemukan sebuah kompleks bangunan Belanda di lokasi yang bisa dikatakan terpencil tersebut. Selama ini kompleks bangunan Belanda terbesar yang pernah saya temui di Sragen hanyalah di PG Modjo. Ternyata di Kecamatan Gondang juga memiliki kompleks bangunan Belanda yang tak kalah cantiknya dengan yang ada di PG Modjo. 


Bagian Selatan Kompleks Eks PG Kedoeng Banteng

Peta Lokasi PG Kedoeng Banteng
Sumber: kitlv.nl


Eks Rumah Sinder PG Kedoeng Banteng


Bekas Area Komleks PG Kedoeng Banteng


Eks Rumah Pegawai PG Kedoeng Banteng Sisi Utara

Eks Rumah Pegawai PG Kedoeng Banteng Menjadi Puskesmas Kecamatan Gondang

Eks Rumah Pimpinan PG Kedoeng Banteng Menjadi Kantor Camat Gondang

Lapangan Tengah Eks PG Kedoeng Banteng
           
            Sembari mengelilingi lokasi bekas Pabrik Gula Kedoeng Banteng, saya berusaha mencari orang yang bisa saya tanyai untuk memperoleh informasi mengenai sejarah Pabrik Gula Kedoeng Banteng. Kebetulan didepan Kantor Kecamatan Gondang, ada seorang kakek yang duduk santai sambil mengawasi kambing peliharaannya yang dilepas dilapangan depan Kantor Kecamatan. Sayapun menghampiri kakek tersebut dan mulai bertanya-tanya mengenai sejarah keberadaan Pabrik Gula Kedoeng Banteng.
            Kakek tersebut membenarkan pertanyaan saya bahwa disini dulu memang pernah berdiri sebuah pabrik gula yang bernama Kedoeng Banteng. Saat saya menanyakan tahun berdirinya, kakek tersebut tidak menyebutkan secara pasti. Beliau hanya mengatakan bahwa pabrik tersebut sudah berdiri lama. Selanjutnya sang kakek mulai menjelaskan bangunan kompleks yang masih tersisa dilokasi tersebut.
            Sang kakek menjelaskan bahwa bangunan yang sekarang digunakan sebagai Kantor Kecamatan Gondang yang merupakan bangunan terbesar di kompleks tersebut adalah bekas kantor dan rumah tinggal kepala Pabrik Gula Kedoeng Banteng. Sedangkan bangunan-bangunan kecil yang mengelilinginya adalah bangunan pegawai pabrik. Beliau menjelaskan kepada saya bahwa lokasi pabrik sendiri sekarang telah menjadi perkampungan yang ada disebelah timur kompleks. Sedangkan bekas kolam limbah pabrik berada disebelah timur laut yang kini telah menjadi lapangan warga. Beliau lebih lanjut menceritakan bahwa dulu saat kolam tersebut di timbun dengan tanah oleh masyarakat, beliau menyaksikan sendiri.
            Lebih lanjut saya menanyakan tentang operasional dan dampak kedatangan Jepang terhadap nasib PG Kedoeng Banteng.  Beliau menuturkan bahwa operasional PG Kedoeng Banteng tidaklah lama, yakni hanya sekitar satu tahunan. Lebih lanjut beliau menuturkan bahkan sebelum Jepang datang ke Indonesia, PG Kedoeng Banteng sudah tidak beroperasi. Singkatnya operasional pabrik dikarenakan adanya permasalahan saat awal pembangunannya. Masalah tersebut muncul karena adanya perbedaan perencanaan pembangunan antara pemborong yang di tangani oleh pribumi dengan pemilik atau investor yakni orang Belanda.
            Kala itu lokasi pabrik direncanakan berada disebelah selatan rel kereta api milik SS, karena sumber air yang mudah didapat. Namun pada kenyataannya pemborong melakukan pembangunan di sebelah utara rel kereta milik SS. Kakek tersebut terus bercerita bahwa akibat perbedaan perencanaan itu Pabrik Gula Kedoeng Banteng  sering menghadapi masalah, bahkan dengan Bawono (merujuk pada Raja Surakarta) selaku pemilik tanah.
            Pada masa itu Bawono menamai Pabrik Gula Kedoeng Banteng dengan nama Sidowurung. Saya tidak tahu apa arti dari nama tersebut, tapi jika dilihat berdasarkan Bahasa Jawa, Sidowurung menurut saya memiliki arti “durung sido” atau dalam Bahasa Indonesia “belum jadi”. Tapi benar atau tidak penafsiran saya, hal itu perlu kajian lebih lanjut.
            Terkait dengan masalah pembongkarang pabrik, saya menanyakan apakah tentara Jepang yang membongkar bangunan Pabrik Kedoeng Banteng karena menurut beberapa catatan sejarah, banyak bangunan Belanda yang dihancurkan oleh Jepang saat menjajah Indonesia. Sang kakek pun menyanggahnya. Beliau mengatakan bahwa wargalah yang membongkar pabrik tersebut. Hal ini dilakukan atas inisiatif warga kala itu untuk membongkar bangunan pabrik karena sudah lama tidak terpakai. Setelah cukup memperoleh informasi berkaitan dengan sejarah Pabrik Gula Kedoeng Banteng, sayapun berpamitan kepada kakek tersebut dengan tak lupa bersalaman dan mengucapkan banyak terima kasih.

Tugu Penanda Keberadaan Pabrik Gula Kedoeng Banteng

Lokasi Eks Kolam Limbah PG Kedoeng Banteng
            Melalui informasi yang disampaikan oleh kakek tersebut, saya menemukan beberapa persamaan mengenai catatan sejarah yang berkaitan dengan keberadaan Pabrik Gula Kedoeng Banteng. Persamaan tersebut berkaitan dengan masa operasional pabrik gula dimana kakek tersebut menjelaskan bahwa masa operasional pabrik tidaklah lama, yakni hanya satu tahunan. Berdasarkan referensi yang saya dapatkan bahwa PG Kedoeng Banteng didirikan pada tahun 1880. Jika melihat peta persebaran pabrik gula di Pulau Jawa yang diterbitkan oleh kitlv.nl pada tahun 1914, PG Kedoeng Banteng sudah tidak tercantum dalam peta. Hipotesis saya bahwa pada tahun tersebut PG Kedoeng Banteng memang sudah tidak beroperasi. Hipotesis saya ini berlanjut mengenai keberadaan Pabrik Gula Modjo yang didirikan pada tahun 1883 atau 3 tahun setelah PG Kedoeng Banteng. Menurut saya, setelah PG Kedoeng Banteng tidak beroperasi karena banyaknya masalah yang mendera, aktivitas pengolahan tebu di pindahkan ke wilayah Modjo dengan mendirikan pabrik baru yang kini dikenal dengan nama PG Modjo. Tapi ini masih dalam tahap hipotesis berdasarkan pengamatan saya. Kebenaran lebih lanjut perlu dilakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam.
Sejarah memang tak selamanya menyediakan informasi yang lengkap, tapi itulah yang menarik dalam sejarah, selalu meninggalkan misteri yang tak tahu kapan akan terungkap. Hanya waktulah yang akan bisa menjawab. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana peran semua pihak untuk melestarikan peninggalan sejarah yang ada. Jangan sampai generasi mendatang tidak mengetahui sejarah yang ada ditanah kelahirannya. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.


Bekas Jembatan Lori PG Kedoeng Banteng